Secara sederhana film dapat diartikan
sebagai serita yang dikisahkan kepada penonton melalui rangkaian gambar
bergerak. Kita bukan hanya bercerita, tetapi kita “bercerita kepada penonton”.
Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memahami reaksi penonton saat
cerita dituturkan.
Reaksi penonton bukanlah tidak terduga
(unpredictable) dan juga bukannya “tidak pasti” (uncertain). Penonton bereaksi
terhadap bagian suatu cerita dalam perilaku tertentu. Reaksi penonton tidaklah
bebas (independent). Reaksi mereka disebabkan oleh elemen tertentu dalam
cerita.
A. IDENTIFIKASI
Penonton akan selalu
mencari tokoh dalam film dimana mereka bisa beridentifikasi padanya.
Identifikasi berarti penonton menyamakan dirinya dengan tokoh, dalam hal ini
tokoh protagonis, sehingga penonton ikut merasakan suka duka tokoh tersebut.
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, proses identifikasi terjadi
apabila tokoh protagonis menarik simpati penonton, dan penonton bersimpati pada
tokoh yang melakukan “kebaikan”.
Identifikasi disebabkan hasrat atau
keinginan untuk mengambil bagian pada kehidupan orang lain. Bagian lain dari
respon penonton adalah kemampuannya untuk berempati atau memproyeksikan dirinya
ke dalam situasi dramatik dalam cerita dan mengidentifikasikan dirinya pada
tokoh cerita serta aspirasi dan perjuangannya. Karakterisasi yang efektif
berarti mengembangkan keterlibatan penonton pada tokoh-tokoh yang tampil pada
layar.
Identifikasi dengan karakter berarti
penonton mengalami emosi melalui karakter tersebut. Dengan kata lain, penonton
menempatkan dirinya sendiri ke dalam karakter dan secara emosional “mengalami
cerita”. Melalui identifikasi, penonton tidak lagi dihadapkan pada perjuangan
tokoh protagonis yang “asing”, tetapi penonton merasakannya sebagai “perjuangan
untuk mengatasi problemnya sendiri”.
Penonton hanya akan mengidentifikasi
dirinya dengan tokoh yang berhubungan dengan harapan dan keinginannya. Penonton
bisa mengidentifikasi diri terhadap satu peristiwa singkat dengan satu atau dua
tokoh pendukung, secepat tokoh ini memiliki hubungan dengan penonton atau
dengan harapan dan keinginannya.
Ketegangan (suspense) dapat muncul
hanya apabila penonton beridentifikasi pada protagonis, penonton harus merasa
simpati pada protagonis. Gerak maju (forward movement) juga hanya dimungkinkan
apabila terdapat proses identifikasi. Akan lebih cepat gerak maju, apabila
tujuan yang tampil di layar adalah “tujuan penonton” dan bukannya tujuan “orang
lain”.
Menciptakan simpati terhadap tokoh
protagonis sejauh ini merupakan cara yang paling efektif dan secara luas
digunakan untuk menciptakan identifikasi. Konsistensi juga menjadi syarat
terjadinya identifikasi. Karakterisasi yang tidak konsisten dalam menarik
simpati penonton adalah membahayakan, karena penonton akan menjadi bingung,
perasaannya campur aduk dan tidak pasti.
Adalah berbahaya membuat semua tokoh
simpati. Pertarungan dua tokoh yang sama-sama simpatik, membuat kemungkinan
untuk berpihak menjadi tidak ada. Keduanya sama-sama baik, penonton tidak dapat
merasakan kemenangan atau kekalahan pada salah satu tokoh. Cerita menimbulkan
perasaan tidak nyaman, karena salah satu tokoh simpatik pasti kalah.
B.
ANTISIPASI (ANTICIPATION)
Ketika
melihat layar, penonton akan mencoba memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang
akan terjadi selanjutnya. Menduga adalah kemampuan penonton untuk melihat ke
depan ke peristiwa yang kemungkinannya akan terjadi. Dalam upaya untuk
membuatnya mengantisipasi peristiwa di depan, mereka harus mengetahui sesuatu
yang diharapkan atau direncanakan untuk terjadi.
Dalam
beberapa kasus, antisipasi menjadi kepastian kita mengantisipasi dengan pasti
(esok matahari akan terbit), bisa juga kita antisipsi tidak pasti (besok belum
tentu hujan), dan kita juga mengantisipasi peristiwa yang tidak mungkin terjadi
(orang ingin meloncat kebulan). Kita memerlukan pengetahuan untuk menentukan
kemungkinan atau peluang dari peristiwa yang akan terjadi, dan pengetahuan ini
dihasilkan dari pengalaman.
Pengalaman,
dihasilkan dari repetisis. Jika sesuatu yang sama terjadi dalam cara
yang sama dibawah keadan yang sama, adalah logis kalau itu akan berlanjut
dengan cara yang sama. Pengulangan secara tetap dalam ratusan ribu kali, akan
dikristalisasi kedalam hukum absolut keilmuan, yang memandu antisipasi kita
dengan kepastian.
Beberapa
penonton mungkin memiliki pengetahuan yang berbeda terhadap suatu kejadian yang
sama sehingga mereka mungkin mengantisipasi secara berbeda, beberapa benar,
beberapa salah dan beberapa tidak keduanya. Semua yang kita butuhkan untuk
mengantisipasi perilaku dari seseorang adalah pengetahuan tentang karakternya.
Pengetahuan
yang umum dari penonton, yang mana bervariasi secara keseluruhan, dapat dan
harus diperluas melalui informasi yang diberikan dalam cerita terhadap
seseorang atau peristiwa spesifik. Kita harus membuat penonton mengerti kalau
seorang tokoh ayah brutal untuk membuatnya mengantisipasi bahwa ia akan memukul
anaknya yang memecahkan kaca jendela melalui rangkaian pengulangan (repetisi).
Informasi
yang diberikan oleh cerita, akan mengakibatkan antisipasi sepanjang mengandung
elemen repetisi.semakin tinggi tingkat repetisi, semakin sering diulang, maka
semakin tinggi pula tingkat antisipasinya. Bukan hanya penonton yang
mengantisipasi, tetapi tokoh dalam ceritapun melakukan antisipasi. Kita juga
bisa memperlihatkan kontras antisipasi dua tokoh yang berbeda, juga dalam
kaitannya dengan antisipasi penonton. Kontras antisipasi ini menjadi sangat
penting. Tokoh yang memulai bisnis baru mengantisipasi bisnisnya akan sukses,
tetapi penonton yang sudah diberi informasi bahwa ia mempunyai penyakit yang
mematikan, akan mengantisipasi hal yang berbeda.
C.
SURPRISE
Hubungan muncul antara
antisipasi dan pemenuhannya. Kita mengantisipasi sesuatu, dan peristiwa yang
terjadi seperti yang kita antisipasi. Ini dinamakan pemenuhan harapan (expectancy).
Tetapi bisa jadi kita mengantisipasi sesuatu peristiwa, tetapi yang terjadi
justru peristiwa yang lain. Inilah yang dinamakan dengan Surprise.
Surprise membalik antisipasi.
Meskipun antisipasi adalah perangkat struktural paling kuat yang dapat
digunakan, kita dapat menciptakan kejutan-kejutan pada penonton dan
menyerentakkan mereka keluar dari perasaan amannya. Menjaga penonton dalam
keseimbangan melalui pembalikan action yang diantisipasi dengan sesuatu
yang secara total tidak diharapkan akan membangkitkan keterlibatan emosional.
Surprise hanya terjadi apabila terdapat antisipasi, tak mungkin ada Surprise
tanpa adanya antisipasi.
Antisipasi terhadap suatu
peristiwa bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi penonton. Baik
antisipasi yang memberikan harapan atau antisipai yang memberikan rasa takut,
keduanya bisa memberikan surprise. Dengan demikian, surprise bisa
menciptakan kegembiraan atau kesedihan. Kita harus menata informasi cerita
dalam berbagai perlakuan untuk menimbulkan antisipasi jika ingin mendapatkan
efek bernilai dari pemenuhan harapan (expectancy) dan surprise, rasa
takut dan harapan, kekecewaan dan kelegaan.
Tinggi rendahnya surprise
ditentukan oleh tinggi rendahnya antisipasi dan tingkat kesalahan
dugaannya. Semakin tinggi tingkat antisipasi penonton dan semakin tinggi
tingkat kekeliruan dugaannya, maka semakin tinggi surprise-nya.
D. KETEGANGAN (SUSPENSE)
SUSPENSE terjadi apabila penonton
RAGU-RAGU apakah tokoh protagonis berhasil atau gagal mengatasi hambatannya.
Prinsip suspense adalah basis bagi struktur dramatik. Setiap cerita yang
dramatik adalah cerita yang mengandung nilai suspense. Suspense bukanlah
elemen cerita, tetapi reaksi penonton pada cerita. Jika dikatakan cerita tidak
mempunyai suspenseitu berarti penonto tidak bisa merasakan suspense
pada saat cerita dikisahkan padanya.
Yang dibutuhkan
pertama-kali untuk mencapai suspense adalah kehendak (intention).
Cerita tanpa kehendak tidak mungkin menimbulkan suspense. Kehendak menghasilkan
tujuan (goal). Jika tidak ada kesulitan, tidak ada keraguan bagi
kehendak untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada keraguan, maka tidak ada suspense.
Dengan cepat cerita bergerak menuju tercapainya tujuan. Untuk mencapai
keraguan, kehendak harus melawan kesulitan-kesulitan. Perjuangan antara
kehendak dan kesulitan menghasilkan keraguan apakah kehendak akan berhasil atau
gagal mencapai tujuannya. Dan selama penonton merasa ragu terhadap hasil dari
kehendak, mereka merasakan suspense.
Tinggi rendahnya suspense
ditentukan oleh tiga hal :
1.
Identifikasi,
2.
Kemungkinan protagonis berhasil atau
gagal untuk mencapai tujuannya harus berimbang, dan
3.
Resiko bila protagonis gagal mencapi
tujuannya.
E. RASA INGIN TAHU (CURIOSITY)
Ketika tokoh, peristiwa
atau situasi tidak dijelaskan secara penuh atau ketika si jagoan harus
menemukan jawaban atas suatu pertanyaan atau misteri dalam cerita, penonton
akan berputar-putar untuk mempelajari pemecahan dan memuaskan atau memenuhi
rasa ingin tahunya sendiri. Secara gradual memberikan jawaban
pertanyaan-pertanyaan, dari pada menampilkan semua informasi, film akan
menaikkan keterlibatan emosional penonton. Rasa ingin tahu terjadi akibat
KURANGNYA INFORMASI.
F. GERAK MAJU ( FORWARD MOVEMENT )
Cepat lambatnya suatu film
terjadi pada fikiran penonton yang harus bergerak kedepan dari awal sampai
akhir cerita. Kita harus mengetahui bentuk (form) dari film tidaklah
dari bahan-bahan yang berkesinambungan, tetapi bahkan dari gabungan blok-blok
yang diperlihatkan oleh shot dan scene. Blok-blok ini mempunyai
kecenderungan menjadi kepingan.
Untuk membuat agr tidak
terjadi kepingan-kepingan, kita harus mencari hubungan elemen-elemen dalam
cerita. Jika elemen-elemen dari cerita memberikan salaing kelengkapan
pecahan-pecahan yang disebabkan oleh sub divisi teknis, kita dapat mencapai
hubungan. Dari sini kita mengetahui bahwa yang paling penting dari gerak maju (forward
movement) dalam film adalah sebanding dengan bentuk penceritaan.
Kita harus mencari
elemen-elemen dal m cerita yang menyebkan imajinasi kita bergerak maju. Dalam
upaya menemukannya, adalah penting kita mengetahui elemen-elemen konstruksi
dramatik. Dalam upaya untuk menimbulkan gerak maju, tujuan harus diketahui
penonton. Begitu tujuan diperlihatkan, penonton akan mengantisipasi kemungkinan
tercapainya tujuan. Antisipasi mengekspresikan pada dirinya sebagai hasrat
untuk sampai pada tujuan. Dan hasrat ini menyebabkan gerak maju pada fikiran
penonton.
Sebagai perasaan-perasaan
yang tidak nyaman, suspense membantu gerak maju.perasaan-perasaan tidak
pasti yang diakibatkan oleh suspense, akan mendorong penonton bergerak
maju kearah tujuan dan kearah keputusan-keputusan yang menjernihkan hasil
kehendak. Gerak maju dihasilkan dari antisipasi dan suspense. Untuk
antisipasi, itu kita memerlukan tujuan, yang hanya dapat ditempatkan apabila
terdapat kehendak. Dan untuk suspense, kita memerlukan keraguan akan
hasil kehendak, yang hanya dapat diciptakan oleh hambatan.
Kita menemukan bahwa tujuan
utama cerita harus ditempatkan seawal mungkin dalam upaya memperoleh
antisipasi, ini berarti kehendak yang menempatkan tujuan harus dimulai sangat
dekat pada awal film. Untuk membuat film terasa cepat kita harus memasukkan
keraguan, kesulitan yang dihadapi,kehendak dan yang membuat tercapainya tujuan menjadi
meragukan atau tidak pasti, harus diekspose segera setelah kehendak
dimunculkan.
Kita mengetahui bahwa
klimaks akan menghentikan keraguan atau suspense. Karena kasus ini maka
klimaks haruslah ditempatkan dekat sebelum akhir film. Haruslah dikatakan bahwa
tercapai tidaknya tujuan utama harus bertepatan dengan akhir cerita. Gerak maju
terhenti begitu tujuan tercapai.
Pada film, kita temukan
bahwa gerak maju akan lebih cepat jika kita mengantisipasi “A happy ending”.
Tidak jadi masalah seberapa tidak menyenangkannya atau seberapa menterornya
situasi, ini tidak akan mengganggu gerak maju, karena hanyalah sebagai tahap
sepanjang jalan menuju suatu akhir yang menyenagkan. Sebaliknya tak masalah
betapa menyenangkannya situasi, kita akan susah payah membuat gerak maju
apabila tujuan utama mengandung antisipasi dari sesuatu yang tidak
menyenangkan, dan ini adalah alasan penting bagi perlunya “Happy Ending”
dalam film.
G. KALKULASI
Kepenatan/keletihan bisa
timbul karena adanya kesalahan kalkulasi (miscalculation). Untuk itu
kita harus memberikan estimasi yang benar mengenai jarak (distance).
Penonton hanya dapat mengestimasi jarak jika tujuan telah ditempatkan. Tanpa
tujuan, tidak ada jarak yang bisa diperkirakan. Begitu mereka mengetahui
tujuan, penonton memiliki perasaan berlanjut terhadap jarak yang kini sedang
dilintasi. Dan sebagaimana yang telah diuraikan, setiap tujuan mengarah pada
hilangnya ketergangguan. Dengan kata lain, pada saat ketergangguan diciptakan,
penonton akan menyiapkan sejumlah tenaga untuk mengikuti cara penyelesaian yang
lazim yang kira-kira setara dengan besar kecilnya ketergangguan.
Jika film melampaui
estimasi titik akhir ini, penonton akan lelah. Jika akhir film terlalu awal,
penonton masih menyimpan kelebihan energi yang menyebabkan perasaan tidak
nyaman (dissatisfaction).