Sabtu, 29 September 2012

Penonton


Secara sederhana film dapat diartikan sebagai serita yang dikisahkan kepada penonton melalui rangkaian gambar bergerak. Kita bukan hanya bercerita, tetapi kita “bercerita kepada penonton”. Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memahami reaksi penonton saat cerita dituturkan.

Reaksi penonton bukanlah tidak terduga (unpredictable) dan juga bukannya “tidak pasti” (uncertain). Penonton bereaksi terhadap bagian suatu cerita dalam perilaku tertentu. Reaksi penonton tidaklah bebas (independent). Reaksi mereka disebabkan oleh elemen tertentu dalam cerita.

A.   IDENTIFIKASI
Penonton akan selalu mencari tokoh dalam film dimana mereka bisa beridentifikasi padanya. Identifikasi berarti penonton menyamakan dirinya dengan tokoh, dalam hal ini tokoh protagonis, sehingga penonton ikut merasakan suka duka tokoh tersebut. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, proses identifikasi terjadi apabila tokoh protagonis menarik simpati penonton, dan penonton bersimpati pada tokoh  yang melakukan “kebaikan”.

Identifikasi disebabkan hasrat atau keinginan untuk mengambil bagian pada kehidupan orang lain. Bagian lain dari respon penonton adalah kemampuannya untuk berempati atau memproyeksikan dirinya ke dalam situasi dramatik dalam cerita dan mengidentifikasikan dirinya pada tokoh cerita serta aspirasi dan perjuangannya. Karakterisasi yang efektif berarti mengembangkan keterlibatan penonton pada tokoh-tokoh yang tampil pada layar.

Identifikasi dengan karakter berarti penonton mengalami emosi melalui karakter tersebut. Dengan kata lain, penonton menempatkan dirinya sendiri ke dalam karakter dan secara emosional “mengalami cerita”. Melalui identifikasi, penonton tidak lagi dihadapkan pada perjuangan tokoh protagonis yang “asing”, tetapi penonton merasakannya sebagai “perjuangan untuk mengatasi problemnya sendiri”.

Penonton hanya akan mengidentifikasi dirinya dengan tokoh yang berhubungan dengan harapan dan keinginannya. Penonton bisa mengidentifikasi diri terhadap satu peristiwa singkat dengan satu atau dua tokoh pendukung, secepat tokoh ini memiliki hubungan dengan penonton atau dengan harapan dan keinginannya.

Ketegangan (suspense) dapat muncul hanya apabila penonton beridentifikasi pada protagonis, penonton harus merasa simpati pada protagonis. Gerak maju (forward movement) juga hanya dimungkinkan apabila terdapat proses identifikasi. Akan lebih cepat gerak maju, apabila tujuan yang tampil di layar adalah “tujuan penonton” dan bukannya tujuan “orang lain”.

Menciptakan simpati terhadap tokoh protagonis sejauh ini merupakan cara yang paling efektif dan secara luas digunakan untuk menciptakan identifikasi. Konsistensi juga menjadi syarat terjadinya identifikasi. Karakterisasi yang tidak konsisten dalam menarik simpati penonton adalah membahayakan, karena penonton akan menjadi bingung, perasaannya campur aduk dan tidak pasti.

Adalah berbahaya membuat semua tokoh simpati. Pertarungan dua tokoh yang sama-sama simpatik, membuat kemungkinan untuk berpihak menjadi tidak ada. Keduanya sama-sama baik, penonton tidak dapat merasakan kemenangan atau kekalahan pada salah satu tokoh. Cerita menimbulkan perasaan tidak nyaman, karena salah satu tokoh simpatik pasti kalah.

B.   ANTISIPASI (ANTICIPATION)
Ketika melihat layar, penonton akan mencoba memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang akan terjadi selanjutnya. Menduga adalah kemampuan penonton untuk melihat ke depan ke peristiwa yang kemungkinannya akan terjadi. Dalam upaya untuk membuatnya mengantisipasi peristiwa di depan, mereka harus mengetahui sesuatu yang diharapkan atau direncanakan untuk terjadi.
Dalam beberapa kasus, antisipasi menjadi kepastian kita mengantisipasi dengan pasti (esok matahari akan terbit), bisa juga kita antisipsi tidak pasti (besok belum tentu hujan), dan kita juga mengantisipasi peristiwa yang tidak mungkin terjadi (orang ingin meloncat kebulan). Kita memerlukan pengetahuan untuk menentukan kemungkinan atau peluang dari peristiwa yang akan terjadi, dan pengetahuan ini dihasilkan dari pengalaman.
Pengalaman, dihasilkan dari repetisis. Jika sesuatu yang sama terjadi dalam cara yang sama dibawah keadan yang sama, adalah logis kalau itu akan berlanjut dengan cara yang sama. Pengulangan secara tetap dalam ratusan ribu kali, akan dikristalisasi kedalam hukum absolut keilmuan, yang memandu antisipasi kita dengan kepastian.
Beberapa penonton mungkin memiliki pengetahuan yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama sehingga mereka mungkin mengantisipasi secara berbeda, beberapa benar, beberapa salah dan beberapa tidak keduanya. Semua yang kita butuhkan untuk mengantisipasi perilaku dari seseorang adalah pengetahuan tentang karakternya.
Pengetahuan yang umum dari penonton, yang mana bervariasi secara keseluruhan, dapat dan harus diperluas melalui informasi yang diberikan dalam cerita terhadap seseorang atau peristiwa spesifik. Kita harus membuat penonton mengerti kalau seorang tokoh ayah brutal untuk membuatnya mengantisipasi bahwa ia akan memukul anaknya yang memecahkan kaca jendela melalui rangkaian pengulangan (repetisi).
Informasi yang diberikan oleh cerita, akan mengakibatkan antisipasi sepanjang mengandung elemen repetisi.semakin tinggi tingkat repetisi, semakin sering diulang, maka semakin tinggi pula tingkat antisipasinya. Bukan hanya penonton yang mengantisipasi, tetapi tokoh dalam ceritapun melakukan antisipasi. Kita juga bisa memperlihatkan kontras antisipasi dua tokoh yang berbeda, juga dalam kaitannya dengan antisipasi penonton. Kontras antisipasi ini menjadi sangat penting. Tokoh yang memulai bisnis baru mengantisipasi bisnisnya akan sukses, tetapi penonton yang sudah diberi informasi bahwa ia mempunyai penyakit yang mematikan, akan mengantisipasi hal yang berbeda.

C.  SURPRISE
Hubungan muncul antara antisipasi dan pemenuhannya. Kita mengantisipasi sesuatu, dan peristiwa yang terjadi seperti yang kita antisipasi. Ini dinamakan pemenuhan harapan (expectancy). Tetapi bisa jadi kita mengantisipasi sesuatu peristiwa, tetapi yang terjadi justru peristiwa yang lain. Inilah yang dinamakan dengan Surprise.
Surprise membalik antisipasi. Meskipun antisipasi adalah perangkat struktural paling kuat yang dapat digunakan, kita dapat menciptakan kejutan-kejutan pada penonton dan menyerentakkan mereka keluar dari perasaan amannya. Menjaga penonton dalam keseimbangan melalui pembalikan action yang diantisipasi dengan sesuatu yang secara total tidak diharapkan akan membangkitkan keterlibatan emosional. Surprise hanya terjadi apabila terdapat antisipasi, tak mungkin ada Surprise tanpa adanya antisipasi.
Antisipasi terhadap suatu peristiwa bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi penonton. Baik antisipasi yang memberikan harapan atau antisipai yang memberikan rasa takut, keduanya bisa memberikan surprise. Dengan demikian, surprise bisa menciptakan kegembiraan atau kesedihan. Kita harus menata informasi cerita dalam berbagai perlakuan untuk menimbulkan antisipasi jika ingin mendapatkan efek bernilai dari pemenuhan harapan (expectancy) dan surprise, rasa takut dan harapan, kekecewaan dan kelegaan.
Tinggi rendahnya surprise ditentukan oleh tinggi rendahnya antisipasi dan tingkat kesalahan dugaannya. Semakin tinggi tingkat antisipasi penonton dan semakin tinggi tingkat kekeliruan dugaannya, maka semakin tinggi surprise-nya.

D.  KETEGANGAN (SUSPENSE) 
SUSPENSE terjadi apabila penonton RAGU-RAGU apakah tokoh protagonis berhasil atau gagal mengatasi hambatannya. Prinsip suspense adalah basis bagi struktur dramatik. Setiap cerita yang dramatik adalah cerita yang mengandung nilai suspense. Suspense bukanlah elemen cerita, tetapi reaksi penonton pada cerita. Jika dikatakan cerita tidak mempunyai suspenseitu berarti penonto tidak bisa merasakan suspense pada saat cerita dikisahkan padanya.
Yang dibutuhkan pertama-kali untuk mencapai suspense adalah kehendak (intention). Cerita tanpa kehendak tidak mungkin menimbulkan suspense. Kehendak menghasilkan tujuan (goal). Jika tidak ada kesulitan, tidak ada keraguan bagi kehendak untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada keraguan, maka tidak ada suspense. Dengan cepat cerita bergerak menuju tercapainya tujuan. Untuk mencapai keraguan, kehendak harus melawan kesulitan-kesulitan. Perjuangan antara kehendak dan kesulitan menghasilkan keraguan apakah kehendak akan berhasil atau gagal mencapai tujuannya. Dan selama penonton merasa ragu terhadap hasil dari kehendak, mereka merasakan suspense.
Tinggi rendahnya suspense ditentukan oleh tiga hal :
1.    Identifikasi,
2.    Kemungkinan protagonis berhasil atau gagal untuk mencapai tujuannya harus berimbang, dan
3.    Resiko bila protagonis gagal mencapi tujuannya.

E.   RASA INGIN TAHU (CURIOSITY)
Ketika tokoh, peristiwa atau situasi tidak dijelaskan secara penuh atau ketika si jagoan harus menemukan jawaban atas suatu pertanyaan atau misteri dalam cerita, penonton akan berputar-putar untuk mempelajari pemecahan dan memuaskan atau memenuhi rasa ingin tahunya sendiri. Secara gradual memberikan jawaban pertanyaan-pertanyaan, dari pada menampilkan semua informasi, film akan menaikkan keterlibatan emosional penonton. Rasa ingin tahu terjadi akibat KURANGNYA INFORMASI.

F.   GERAK MAJU ( FORWARD MOVEMENT )
Cepat lambatnya suatu film terjadi pada fikiran penonton yang harus bergerak kedepan dari awal sampai akhir cerita. Kita harus mengetahui bentuk (form) dari film tidaklah dari bahan-bahan yang berkesinambungan, tetapi bahkan dari gabungan blok-blok yang diperlihatkan oleh shot dan scene. Blok-blok ini mempunyai kecenderungan menjadi kepingan.
Untuk membuat agr tidak terjadi kepingan-kepingan, kita harus mencari hubungan elemen-elemen dalam cerita. Jika elemen-elemen dari cerita memberikan salaing kelengkapan pecahan-pecahan yang disebabkan oleh sub divisi teknis, kita dapat mencapai hubungan. Dari sini kita mengetahui bahwa yang paling penting dari gerak maju (forward movement) dalam film adalah sebanding dengan bentuk penceritaan.
Kita harus mencari elemen-elemen dal m cerita yang menyebkan imajinasi kita bergerak maju. Dalam upaya menemukannya, adalah penting kita mengetahui elemen-elemen konstruksi dramatik. Dalam upaya untuk menimbulkan gerak maju, tujuan harus diketahui penonton. Begitu tujuan diperlihatkan, penonton akan mengantisipasi kemungkinan tercapainya tujuan. Antisipasi mengekspresikan pada dirinya sebagai hasrat untuk sampai pada tujuan. Dan hasrat ini menyebabkan gerak maju pada fikiran penonton.
Sebagai perasaan-perasaan yang tidak nyaman, suspense membantu gerak maju.perasaan-perasaan tidak pasti yang diakibatkan oleh suspense, akan mendorong penonton bergerak maju kearah tujuan dan kearah keputusan-keputusan yang menjernihkan hasil kehendak. Gerak maju dihasilkan dari antisipasi dan suspense. Untuk antisipasi, itu kita memerlukan tujuan, yang hanya dapat ditempatkan apabila terdapat kehendak. Dan untuk suspense, kita memerlukan keraguan akan hasil kehendak, yang hanya dapat diciptakan oleh hambatan.
Kita menemukan bahwa tujuan utama cerita harus ditempatkan seawal mungkin dalam upaya memperoleh antisipasi, ini berarti kehendak yang menempatkan tujuan harus dimulai sangat dekat pada awal film. Untuk membuat film terasa cepat kita harus memasukkan keraguan, kesulitan yang dihadapi,kehendak dan yang membuat tercapainya tujuan menjadi meragukan atau tidak pasti, harus diekspose segera setelah kehendak dimunculkan.
Kita mengetahui bahwa klimaks akan menghentikan keraguan atau suspense. Karena kasus ini maka klimaks haruslah ditempatkan dekat sebelum akhir film. Haruslah dikatakan bahwa tercapai tidaknya tujuan utama harus bertepatan dengan akhir cerita. Gerak maju terhenti begitu tujuan tercapai.
Pada film, kita temukan bahwa gerak maju akan lebih cepat jika kita mengantisipasi “A happy ending”. Tidak jadi masalah seberapa tidak menyenangkannya atau seberapa menterornya situasi, ini tidak akan mengganggu gerak maju, karena hanyalah sebagai tahap sepanjang jalan menuju suatu akhir yang menyenagkan. Sebaliknya tak masalah betapa menyenangkannya situasi, kita akan susah payah membuat gerak maju apabila tujuan utama mengandung antisipasi dari sesuatu yang tidak menyenangkan, dan ini adalah alasan penting bagi perlunya “Happy Ending” dalam film.

G.  KALKULASI
Kepenatan/keletihan bisa timbul karena adanya kesalahan kalkulasi (miscalculation). Untuk itu kita harus memberikan estimasi yang benar mengenai jarak (distance). Penonton hanya dapat mengestimasi jarak jika tujuan telah ditempatkan. Tanpa tujuan, tidak ada jarak yang bisa diperkirakan. Begitu mereka mengetahui tujuan, penonton memiliki perasaan berlanjut terhadap jarak yang kini sedang dilintasi. Dan sebagaimana yang telah diuraikan, setiap tujuan mengarah pada hilangnya ketergangguan. Dengan kata lain, pada saat ketergangguan diciptakan, penonton akan menyiapkan sejumlah tenaga untuk mengikuti cara penyelesaian yang lazim yang kira-kira setara dengan besar kecilnya ketergangguan.
Jika film melampaui estimasi titik akhir ini, penonton akan lelah. Jika akhir film terlalu awal, penonton masih menyimpan kelebihan energi yang menyebabkan perasaan tidak nyaman (dissatisfaction).

AnaTomi


Di sebuah SMA adalah seorang siswi kelas 3 yang PINTAR DAN EKSPRESIF NAMUN AGAK SENSITIF bernama ANA. Ia terobsesi memenuhi targetnya yaitu menemukan pacar yang berprestasi, charming, pengertian, dan setia tentunya. Namun cara Ana mencuri perhatian cowok-cowok yang ia jadikan sasaran berbeda dari yang lain. Ia justru bersikap seolah-olah cuek terhadap lawan jenis dan fokus untuk belajar dan menggapai prestasi-prestasi baru setiap tahunnya. Sikap cueknya itu menjadi daya tarik tersendiri bagi cowok di sekitarnya.
Di sekolah, Ana juga mempunyai seorang sahabat cowok yang selalu setia menemaninya. TOMI namanya. COWOK BERKACAMATA DAN SELALU TAMPIL RAPI  ini mempunyai sikap yang DEWASA. Makanya setiap kali Ana ngedumel terserang emosi akut, Tomilah yang sering menasihati Ana. Kebiasaan Tomi yang selalu menasihati secara tersirat dengan pikiran yang logis membuat Ana merasa nyaman setiap kali Tomi bersamanya.
Suatu hari, Ana melihat seorang cowok yang sering ia temui di perpus bernama DONI. Ana mengira-ngira bahwa cowok itu pasti mempunyai otak yang encer. Walaupun tampangnya tidak terlalu mendukung, namun  setidaknya Doni memenuhi kriteria pertama. Merasa sering diperhatikan Ana, Doni menjadi sering melontarkan senyuman pada Ana. Ana pun merasa dirinya hampir berhasil. Kesalahan Ana adalah ia hanya melihat cowok itu dari TAMPANGNYA YANG LUGU dan karena ia sering terlihat di perpus padahal Ana tidak tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh cowok itu di perpus. Beberapa lama kemudian tak sengaja terdengar oleh Ana  sekelompok teman sekelas Doni di kantin yang sedang membicarakannya. Di balik wajah lugunya itu, ternyata Doni sering membuat onar di kelasnya dan alasan Doni sering berada di perpus karena saat itu banyak pelajaran yang harus ia kejar karena banyak yang tertinggal akibat kebiasaannya yang suka bolos. Ana sangat menyayangkannya dan menghindari Doni.
Saat pengambilan raport semester lima, Ana yang saat itu meraih peringkat dua menarik tangan Tomi --yang menjadi orang nomor satu di kelas-- ke mading untuk melihat daftar siswa yang memperoleh peringkat satu di sekolahnya. Perhatian Ana terhenti pada sebuah foto dari siswa Kelas 3 IPA 1 yang bernama ANDRI. Sudah charming, pinter pula, gak salah untuk dijadikan sebagai target Ana selanjutnya. Ketika Ana dan Tomi sedang menuju lab. bahasa, tak sengaja mereka berpapasan dengan Andri. Andri tersenyum ketika melihat Ana. Ana terkejut bahkan masih terbayang sampai ketika ia berada di lab. MR. RONI yang melihat Ana belajar sambil tersenyum-senyum sendiri akhirnya melontarkan pertanyaan kepada Ana “Why do you smile, Ana? Is there something that funny? What do you think now? ”  Ana tetap asyik dalam lamunannya hingga akhirnya Mr. Roni memanggilnya dengan nada yang lebih keras sehingga teman yang duduk di paling belakang pun mendengar dan semua perhatian tertuju pada Ana. Tomi bernyanyi lagu “Jatuh Cinta”nya Titiek Puspa. Serempak semua tertawa.
Keesokan harinya, Ana menemukan sebuah boneka kecil yang juga terdapat tulisan di sisi depannya “Will always be there for you” tanpa ada nama penulis yang jelas. Saat itu, Ana tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengintip di balik pintu. Kemudian ketika istirahat, tak ada hujan tak ada petir, Andri datang ke kelas 3 IPS 1 dan mencari Ana. Yang lebih mengejutkan ternyata Andri menghampiri untuk menyatakan perasaannya kepada Ana. Ana mengira bahwa boneka kecil itu merupakan pemberian rahasia  Andri untuk Ana. Tomi memperlihatkan wajah senang ketika sahabatnya hampir mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan akhirnya Ana menerima pernyataan Andri.
Semenjak Ana bersama Andri, ia cenderung menjauhi Tomi dan lebih sering bersama Andri. Ana terlihat lebih ceria dari biasanya. Namun seiring waktu berjalan keceriaan Ana kian memudar. Tampaknya Ana tertekan dengan sifat Andri yang over protective terhadapnya dan tidak suka jika Ana terlalu dekat dengan Tomi. Ana merasa ada sesuatu yang menjauh darinya, ya Ana mulai merasa kehilangan Tomi. Hingga saat ia tertidur pulas di kamarnya, ia bermimpi bahwa persahabatan mereka terputus begitu saja. Ke esokan harinya, Ana memutuskan untuk memutuskan Andri dan mencari Tomi tapi tidak menemukannya. Ana sudah pasrah dan mengira mimpi buruknya itu benar-benar terjadi,  padahal saat itu Tomi sedang izin karena ada acara keluarga di Puncak.
Esoknya Tomi  melihat Ana melamun sendirian di taman sekolah. Seketika kedatangan Tomi memecahkan lamunan Ana. Tomi membawa dua kotak susu kemasan rasa cokelat, yang satu untuk Ana dan satunya untuk dirinya. Ana merasa bahagia karena ternyata Tomi tak meninggalkannya. Ana menjelaskan tentang mimpi dan ketakutannya kepada Tomi. Kemudian Tomi mencoba menghibur Ana dengan sesekali meledekinya.
Hingga saat hari kelulusan tiba, Ana belum juga mendapatkan pacar yang diinginkannya. Namun pada saat itu juga Ana memandang Tomi yang berada di sampingnya. Tiba-tiba terbesit di pikiran Ana mengapa bukan Tomi saja yang ia jadikan pacar. Jelas-jelas Tomi lah yang selalu setia menemani Ana dan selalu ada ketika Ana senang maupun sedih. Tanpa ragu Ana mengatakannya kepada Tomi, sahabatnya itu. Tomi tertawa kecil dan berkata “Oke, tunggu ortu gue dateng ke rumah lo”, kemudian ia berlari meninggalkan Ana. Ana bingung dan berpikir sejenak, kemudian ia segera menyusul Tomi. (sambil berkejaran)”lo masih nyimpen boneka kecil itu kan?”| hah? jadi lo yang naruh itu di meja gue? iiihh
--TAMAT--

Selasa, 04 September 2012

KARAKTERISASI


Karakter adalah sarana untuk membawa penonton kedalam perjalanan emosinya. Adalah melalui karakter penonton mengalami emosi-emosinya sepanjang cerita berlangsung. Cerita yang relatif sederhana, menjadi kompleks melalui pengaruh dari karakter. Karakter yang dilukiskan dengan baik akan mendapatkan sesuatu dalam partisipasinya dalam cerita, dan cerita mendapatkan sesuatu dari keterlibatan karakter. Adalah karakter yang memberikan dimensi cerita dan menggerakkan cerita dalam arah yang baru dan menentukan alur cerita atau plot, sehingga dapat dikatakan “karakter adalah sebab” dan “plot adalah akibat”.
Karakter efektif memperlihatkan suatu kesan bahwa mereka adalah “orang yang sebenarnya”. Perilaku manusia meskipun kelihatannya tak terduga, namun itu semua tak pernah terjadi secara kebetulan. Karakterisasi mencakup semua fakta-fakta tentang kemanusiaan, yang membentuk karakter menjadi unik dan individual.
Untuk mengetahui fakta-fakta kemanusiaan, kita harus memiliki pengetahuan yang mencakup tentang dirinya. Misalnya, kita harus mengetahui umurnya, karena umur yang berbeda tentu saja memberikan perilaku yang berbeda, juga apakah dia laki-laki atau wanita, kita harus tahu profesi dan jabatannya. Kita akan menemukan dari sekian banyak pekerja, karakter individual membedaka antara pekerja yang satu dengan yang lain. Karakter efektif adalah karakter yang unik dengan karakteristik mereka yang individual (a unique human being).
Tentu saja karakter tidak hanya menunjukkan satu karakteristik saja, misalnya seorang yang pemarah atau bodoh, orang bisa jahat tetapi teguh pendirian dan juga pintar. Beberapa action sepanjang cerita bisa memperlihatkan beberapa karakteristik dari karakter, yang dapat dibangun dari tiga dimensi kemanusiaan (a human being) seseorang yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman masa lalunya, yaitu :
1.    Fisik (fisionomi)
2.    Psikis, dan
3.    Sosiologi.

A.  KONSISTENSI DAN PERKEMBANGAN
Dalam hal ini kita harus membedakan karakter dengan emosi sesaat (Passing Emotions). Orang yang marah bukan berarti pemarah. Perilaku yang berlanjut atau berulang membedakan karakter dengan “passing emotions”. Manusia akan beraksi atau bereaksi pada kasus tertentu dengan cara tertentu. Meskipun karakter manusia adalah percampuran dari berbagai faktor sehingga kadang terlihat kompleks, tetapi selalu konsisten.
Kita menciptakan action-action untuk menunjukkan karakteristik, dan action yang dipilih ini harus menunjukkan sifat yang konstandari karakterisasi. Setiap satu karakteristik diperlihatkan, karakteristik ini harus berlangsung secara konsisiten. Sifat konstan (konsistensi) merupakan atribut dari karakter. Kita tidak hanya memperlihatkan karakter tokoh sekali saja, tetapi harus menjaganya untuk seterusnya, dari scene ke scene, melalui pengulangan-pengulangan melalui proses dulikasi.
Karakter bukanlah subyek yang berubah. Kalupun ada perubahan, maka perubahan itu bukanlah suatu perubahan yang mendadak. Atau kalaupun ada perubahan mendadak, perubahan mendadak itu harus meyakinkan. Suatu film mungkin memilih suatu karakter yang konsisten, tetapi film lain bisa saja menampilkan perkembangan atau transformasi karakter, bahkan transformasi karakter, dapat menjadi ekstrim bergerak menuju posisi yang berlawanan. Perkembangan karakter berarti watak semula berubah pada watak terakhirnya. Karakter berkembang secara meyakinkan dalam film hanya apabiladalam pengertian mereka belajar dari pengalaman.
Dalam upaya membuat karakter yang berkembang, mereka membutuhkan faktor penyebab perubahan yang meyakinkan (Believeable), yang mungkin disebabkan pengaruh cerita dan atau pengaruh karakter yang lain. Dalam hal ini karakterisasi adalah “proses menjadi”. Karakter belajar dan tumbuh melalui pengalaman-pengalamannya, berkembang dan semakin dipertajam oleh peristiwa-peristiwa dan interaksinya dengan karakter yang lain.
Perlu waktu untuk transformasi karakter, perubahan tidak hanya terjadi dalam beberapa halaman saja. Hampir salalu mengambil tiga babakan keseluruhan untuk melakukan transformasi, ini adalah proses yang berlangsung secara perlahan-lahan. Umumnya karakter pada mulanya mempunyai kekurangan atau kelemahan, yang pada klimaks cerita kekurangan atau kelemahan itu dapat diatasinya. Karakter pada akhirnya berubah dan mendapatkan pencerahan dan penonton secara emosional menyukai perubahan ini.


B.  KARAKTER DATAR DAN DIMENSIONAL
Pada beberapa film, karakter adalah hasil dari penyederhanaan sifat-sifat kemanusiaan yang sebenarnya. Karakter yang hanya muncul dengan salah satu karakterisasinya saja disebut karakter yang datar (a flat character). Film anak-anak misalnya, umumnya tidak menampilkan karakter-karakter yang kompleks karena anak- anak belum bisa memahami kompleksitas yang ada. Ketika karakter muncul dengan segenap kompleksitas karakteristiknya, karakter tersebut dapat dikatakan sebagai karakter yang bulat (a round character), atau karakter dimensional.
Untuk menciptakan karakter dimensional, kta harus memahami dengan apa yang disebut dengan Kunci Karakter. Kunci karakter (Character Key atau Character Spine), yaitu karekteristik yang dominan pada suatu karakter. Kita mungkin menemukan manusia dengan karakter yang sangat kompleks, tetapi serumit-rumitnya karakter pasti ada kesan umum yang muncul secara menonjol pada karakter itu.
Kesan umum dari suatu karakter, mungkin; kecantikannya, atau kecerdasannya atau bahkan kesombongannya. Inilah karakter dominannya dan dengan demikian menjadi kunci karakternya. Untuk menciptakan karakter dimensional, kita harus terlebih dahulu menetapkan “Character Key”, baru kemudian mengembangkan dan memperkayanya dengan kepribadian di sekeliling “Character Key” ini.
Karakterisasi membuka tempat-tempat tersembunyi dan mungkin sudut-sudut gelap diruang hati dan didalam fikiran seseorang. Seperti dalam kehidupan nyata, kita banyak menyembunyikan sisi-sisi kehidupan kita. Bahkan seperti gunung es, sisi yang tersembunyi ini malah sisi yang paling besar dibanding yang muncul dipermukaannya. Film menyingkapkan apa yang tersembunyi ini dalam krisis, tekanan-tekanan akan membuat apa yang tersembunyi ini muncul kepermukaan.

C.  KONTRAS KARAKTER
Dramatik saling mempengaruhi antar karaktertergantung pada kontras. Karakter-karakter, meskipun katakanlah berupa keluarga kecil, harus mempunyai perbedaan yang nyata, baik secara fisik maupun psikis. Protagonis dan antagonis tidak harus selalu dalam kutub yang terpisah. Dapat saja keduanya bekerja dalam tempat yang sama, tetapi secara individual, mereka harus dibentuk dari karakteristik yang sangat berbeda. Perbedaan yang akan menciptakan konflik dimana krisis akan muncul.
D.  KARAKTER KLISE
Bila kita menyebutkan tokoh profesor, maka yang langsung terbayang di benak kita adalah tokoh laki-laki tua dengan rambut yang sudah memutih semua, berkacamata dan mengenakan jubah putih yang menjuntai sampai ke lantai. Karakteristik semacam ini sudah terlalu sering ditampilkan sehingga menjadi gambaran umum dan dengan demikian sudah tidak menarik lagi. Ini dinamakan karakter klise.
Kita harus menghindari atau bahkan menolak karakter klise. Ciptakan tokoh dengan karakterisitik yang segar, bahkan karakter yang melawan gambaran-gambaran umum, sehingga daya tarik pada penonton.

E.  PENGUNGKAPAN KARAKTER
Dalam novel atau buku-buku cerita, sebuah karakter dapat dideskripsikan secara langsung, tetapi seperti yang telah dibahas sebelumnya, film merupakan media yang memiliki karakteristik yang lain dibandingkan dengan novel atau buku-buku cerita. Film menggunakan unsur gambar dan unsur suara, sehingga melalui dua unsur inilah karakter dapat diungkapkan.
Ciri-ciri fisik (fisionomi) merupakan karakteristik yang secara langsung dapat terlihat di layar. Seseorang mungkin berbadan gemuk atau kerempeng, tinggi atau kurus, berambut keriting atau lurus. Juga termasuk dalam hal ini adalah cacat fisik, yang kadang menjadi karakteristik penting semisal pada tokoh Quasimodo dalam “Si Bongkok dari Notre-dame”.
Selain ciri-ciri fisik, maka action juga merupakan unsur yang mengungkapkan karakteristik karakter. Karakter tidak bisa berdiri sendiri tanpa aksi (action). Orang tidak dapat dikatakan “jahat” atau “tidak jahat”, sampai mereka melakukan suatu aksi atau reaksi jahat atau baik. Kita membicarakan aksi atau reaksi bukan hanya dalam batasan melakukan sesuatu. Tetapi juga berbicara (dialog) adalah juga sebanding dengan mencuri, mencium atau membunuh. Karakter seseorang terungkap bukan hanya pada “isi” pembicaran, tetapi juga “cara” mengatakannya.
Sering “side action” yang tidak penting mencukupi lebih banyak informasi tentang karakter dibandingkan dengan peristiwa berdarah atau pembunuhan. Orang yang menendang anjing sepulang kantor, atau cewek yang mencoba mengeluarkan uang logamnya dari telpon umum selesai menelpon, memberikan banyak informasi tentang karakter mereka.
Eksposisi karakter tidak hanya melalui aksinya sendiri, tetapi juga bisa melalui action dan perilaku dari orang-orang lain terhadapnya. Dalam hal ini karakter seseorang bisa ditampilkan dari reaksi orang lain, bahkan sebelum tokohnya diperlihatkan. Unsur-unsur lain juga dapat digunakan untuk makin melengkapi eksposisi karakter. Kostum mengungkapkan karakter pemakainya, ruang tamu atau sebuah kamar mengungkapkan karakter pemiliknya, bahakan sebelum tokohnya muncul dilayar.