Sabtu, 29 September 2012

Penonton


Secara sederhana film dapat diartikan sebagai serita yang dikisahkan kepada penonton melalui rangkaian gambar bergerak. Kita bukan hanya bercerita, tetapi kita “bercerita kepada penonton”. Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk memahami reaksi penonton saat cerita dituturkan.

Reaksi penonton bukanlah tidak terduga (unpredictable) dan juga bukannya “tidak pasti” (uncertain). Penonton bereaksi terhadap bagian suatu cerita dalam perilaku tertentu. Reaksi penonton tidaklah bebas (independent). Reaksi mereka disebabkan oleh elemen tertentu dalam cerita.

A.   IDENTIFIKASI
Penonton akan selalu mencari tokoh dalam film dimana mereka bisa beridentifikasi padanya. Identifikasi berarti penonton menyamakan dirinya dengan tokoh, dalam hal ini tokoh protagonis, sehingga penonton ikut merasakan suka duka tokoh tersebut. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, proses identifikasi terjadi apabila tokoh protagonis menarik simpati penonton, dan penonton bersimpati pada tokoh  yang melakukan “kebaikan”.

Identifikasi disebabkan hasrat atau keinginan untuk mengambil bagian pada kehidupan orang lain. Bagian lain dari respon penonton adalah kemampuannya untuk berempati atau memproyeksikan dirinya ke dalam situasi dramatik dalam cerita dan mengidentifikasikan dirinya pada tokoh cerita serta aspirasi dan perjuangannya. Karakterisasi yang efektif berarti mengembangkan keterlibatan penonton pada tokoh-tokoh yang tampil pada layar.

Identifikasi dengan karakter berarti penonton mengalami emosi melalui karakter tersebut. Dengan kata lain, penonton menempatkan dirinya sendiri ke dalam karakter dan secara emosional “mengalami cerita”. Melalui identifikasi, penonton tidak lagi dihadapkan pada perjuangan tokoh protagonis yang “asing”, tetapi penonton merasakannya sebagai “perjuangan untuk mengatasi problemnya sendiri”.

Penonton hanya akan mengidentifikasi dirinya dengan tokoh yang berhubungan dengan harapan dan keinginannya. Penonton bisa mengidentifikasi diri terhadap satu peristiwa singkat dengan satu atau dua tokoh pendukung, secepat tokoh ini memiliki hubungan dengan penonton atau dengan harapan dan keinginannya.

Ketegangan (suspense) dapat muncul hanya apabila penonton beridentifikasi pada protagonis, penonton harus merasa simpati pada protagonis. Gerak maju (forward movement) juga hanya dimungkinkan apabila terdapat proses identifikasi. Akan lebih cepat gerak maju, apabila tujuan yang tampil di layar adalah “tujuan penonton” dan bukannya tujuan “orang lain”.

Menciptakan simpati terhadap tokoh protagonis sejauh ini merupakan cara yang paling efektif dan secara luas digunakan untuk menciptakan identifikasi. Konsistensi juga menjadi syarat terjadinya identifikasi. Karakterisasi yang tidak konsisten dalam menarik simpati penonton adalah membahayakan, karena penonton akan menjadi bingung, perasaannya campur aduk dan tidak pasti.

Adalah berbahaya membuat semua tokoh simpati. Pertarungan dua tokoh yang sama-sama simpatik, membuat kemungkinan untuk berpihak menjadi tidak ada. Keduanya sama-sama baik, penonton tidak dapat merasakan kemenangan atau kekalahan pada salah satu tokoh. Cerita menimbulkan perasaan tidak nyaman, karena salah satu tokoh simpatik pasti kalah.

B.   ANTISIPASI (ANTICIPATION)
Ketika melihat layar, penonton akan mencoba memperkirakan peristiwa-peristiwa apa yang akan terjadi selanjutnya. Menduga adalah kemampuan penonton untuk melihat ke depan ke peristiwa yang kemungkinannya akan terjadi. Dalam upaya untuk membuatnya mengantisipasi peristiwa di depan, mereka harus mengetahui sesuatu yang diharapkan atau direncanakan untuk terjadi.
Dalam beberapa kasus, antisipasi menjadi kepastian kita mengantisipasi dengan pasti (esok matahari akan terbit), bisa juga kita antisipsi tidak pasti (besok belum tentu hujan), dan kita juga mengantisipasi peristiwa yang tidak mungkin terjadi (orang ingin meloncat kebulan). Kita memerlukan pengetahuan untuk menentukan kemungkinan atau peluang dari peristiwa yang akan terjadi, dan pengetahuan ini dihasilkan dari pengalaman.
Pengalaman, dihasilkan dari repetisis. Jika sesuatu yang sama terjadi dalam cara yang sama dibawah keadan yang sama, adalah logis kalau itu akan berlanjut dengan cara yang sama. Pengulangan secara tetap dalam ratusan ribu kali, akan dikristalisasi kedalam hukum absolut keilmuan, yang memandu antisipasi kita dengan kepastian.
Beberapa penonton mungkin memiliki pengetahuan yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama sehingga mereka mungkin mengantisipasi secara berbeda, beberapa benar, beberapa salah dan beberapa tidak keduanya. Semua yang kita butuhkan untuk mengantisipasi perilaku dari seseorang adalah pengetahuan tentang karakternya.
Pengetahuan yang umum dari penonton, yang mana bervariasi secara keseluruhan, dapat dan harus diperluas melalui informasi yang diberikan dalam cerita terhadap seseorang atau peristiwa spesifik. Kita harus membuat penonton mengerti kalau seorang tokoh ayah brutal untuk membuatnya mengantisipasi bahwa ia akan memukul anaknya yang memecahkan kaca jendela melalui rangkaian pengulangan (repetisi).
Informasi yang diberikan oleh cerita, akan mengakibatkan antisipasi sepanjang mengandung elemen repetisi.semakin tinggi tingkat repetisi, semakin sering diulang, maka semakin tinggi pula tingkat antisipasinya. Bukan hanya penonton yang mengantisipasi, tetapi tokoh dalam ceritapun melakukan antisipasi. Kita juga bisa memperlihatkan kontras antisipasi dua tokoh yang berbeda, juga dalam kaitannya dengan antisipasi penonton. Kontras antisipasi ini menjadi sangat penting. Tokoh yang memulai bisnis baru mengantisipasi bisnisnya akan sukses, tetapi penonton yang sudah diberi informasi bahwa ia mempunyai penyakit yang mematikan, akan mengantisipasi hal yang berbeda.

C.  SURPRISE
Hubungan muncul antara antisipasi dan pemenuhannya. Kita mengantisipasi sesuatu, dan peristiwa yang terjadi seperti yang kita antisipasi. Ini dinamakan pemenuhan harapan (expectancy). Tetapi bisa jadi kita mengantisipasi sesuatu peristiwa, tetapi yang terjadi justru peristiwa yang lain. Inilah yang dinamakan dengan Surprise.
Surprise membalik antisipasi. Meskipun antisipasi adalah perangkat struktural paling kuat yang dapat digunakan, kita dapat menciptakan kejutan-kejutan pada penonton dan menyerentakkan mereka keluar dari perasaan amannya. Menjaga penonton dalam keseimbangan melalui pembalikan action yang diantisipasi dengan sesuatu yang secara total tidak diharapkan akan membangkitkan keterlibatan emosional. Surprise hanya terjadi apabila terdapat antisipasi, tak mungkin ada Surprise tanpa adanya antisipasi.
Antisipasi terhadap suatu peristiwa bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi penonton. Baik antisipasi yang memberikan harapan atau antisipai yang memberikan rasa takut, keduanya bisa memberikan surprise. Dengan demikian, surprise bisa menciptakan kegembiraan atau kesedihan. Kita harus menata informasi cerita dalam berbagai perlakuan untuk menimbulkan antisipasi jika ingin mendapatkan efek bernilai dari pemenuhan harapan (expectancy) dan surprise, rasa takut dan harapan, kekecewaan dan kelegaan.
Tinggi rendahnya surprise ditentukan oleh tinggi rendahnya antisipasi dan tingkat kesalahan dugaannya. Semakin tinggi tingkat antisipasi penonton dan semakin tinggi tingkat kekeliruan dugaannya, maka semakin tinggi surprise-nya.

D.  KETEGANGAN (SUSPENSE) 
SUSPENSE terjadi apabila penonton RAGU-RAGU apakah tokoh protagonis berhasil atau gagal mengatasi hambatannya. Prinsip suspense adalah basis bagi struktur dramatik. Setiap cerita yang dramatik adalah cerita yang mengandung nilai suspense. Suspense bukanlah elemen cerita, tetapi reaksi penonton pada cerita. Jika dikatakan cerita tidak mempunyai suspenseitu berarti penonto tidak bisa merasakan suspense pada saat cerita dikisahkan padanya.
Yang dibutuhkan pertama-kali untuk mencapai suspense adalah kehendak (intention). Cerita tanpa kehendak tidak mungkin menimbulkan suspense. Kehendak menghasilkan tujuan (goal). Jika tidak ada kesulitan, tidak ada keraguan bagi kehendak untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada keraguan, maka tidak ada suspense. Dengan cepat cerita bergerak menuju tercapainya tujuan. Untuk mencapai keraguan, kehendak harus melawan kesulitan-kesulitan. Perjuangan antara kehendak dan kesulitan menghasilkan keraguan apakah kehendak akan berhasil atau gagal mencapai tujuannya. Dan selama penonton merasa ragu terhadap hasil dari kehendak, mereka merasakan suspense.
Tinggi rendahnya suspense ditentukan oleh tiga hal :
1.    Identifikasi,
2.    Kemungkinan protagonis berhasil atau gagal untuk mencapai tujuannya harus berimbang, dan
3.    Resiko bila protagonis gagal mencapi tujuannya.

E.   RASA INGIN TAHU (CURIOSITY)
Ketika tokoh, peristiwa atau situasi tidak dijelaskan secara penuh atau ketika si jagoan harus menemukan jawaban atas suatu pertanyaan atau misteri dalam cerita, penonton akan berputar-putar untuk mempelajari pemecahan dan memuaskan atau memenuhi rasa ingin tahunya sendiri. Secara gradual memberikan jawaban pertanyaan-pertanyaan, dari pada menampilkan semua informasi, film akan menaikkan keterlibatan emosional penonton. Rasa ingin tahu terjadi akibat KURANGNYA INFORMASI.

F.   GERAK MAJU ( FORWARD MOVEMENT )
Cepat lambatnya suatu film terjadi pada fikiran penonton yang harus bergerak kedepan dari awal sampai akhir cerita. Kita harus mengetahui bentuk (form) dari film tidaklah dari bahan-bahan yang berkesinambungan, tetapi bahkan dari gabungan blok-blok yang diperlihatkan oleh shot dan scene. Blok-blok ini mempunyai kecenderungan menjadi kepingan.
Untuk membuat agr tidak terjadi kepingan-kepingan, kita harus mencari hubungan elemen-elemen dalam cerita. Jika elemen-elemen dari cerita memberikan salaing kelengkapan pecahan-pecahan yang disebabkan oleh sub divisi teknis, kita dapat mencapai hubungan. Dari sini kita mengetahui bahwa yang paling penting dari gerak maju (forward movement) dalam film adalah sebanding dengan bentuk penceritaan.
Kita harus mencari elemen-elemen dal m cerita yang menyebkan imajinasi kita bergerak maju. Dalam upaya menemukannya, adalah penting kita mengetahui elemen-elemen konstruksi dramatik. Dalam upaya untuk menimbulkan gerak maju, tujuan harus diketahui penonton. Begitu tujuan diperlihatkan, penonton akan mengantisipasi kemungkinan tercapainya tujuan. Antisipasi mengekspresikan pada dirinya sebagai hasrat untuk sampai pada tujuan. Dan hasrat ini menyebabkan gerak maju pada fikiran penonton.
Sebagai perasaan-perasaan yang tidak nyaman, suspense membantu gerak maju.perasaan-perasaan tidak pasti yang diakibatkan oleh suspense, akan mendorong penonton bergerak maju kearah tujuan dan kearah keputusan-keputusan yang menjernihkan hasil kehendak. Gerak maju dihasilkan dari antisipasi dan suspense. Untuk antisipasi, itu kita memerlukan tujuan, yang hanya dapat ditempatkan apabila terdapat kehendak. Dan untuk suspense, kita memerlukan keraguan akan hasil kehendak, yang hanya dapat diciptakan oleh hambatan.
Kita menemukan bahwa tujuan utama cerita harus ditempatkan seawal mungkin dalam upaya memperoleh antisipasi, ini berarti kehendak yang menempatkan tujuan harus dimulai sangat dekat pada awal film. Untuk membuat film terasa cepat kita harus memasukkan keraguan, kesulitan yang dihadapi,kehendak dan yang membuat tercapainya tujuan menjadi meragukan atau tidak pasti, harus diekspose segera setelah kehendak dimunculkan.
Kita mengetahui bahwa klimaks akan menghentikan keraguan atau suspense. Karena kasus ini maka klimaks haruslah ditempatkan dekat sebelum akhir film. Haruslah dikatakan bahwa tercapai tidaknya tujuan utama harus bertepatan dengan akhir cerita. Gerak maju terhenti begitu tujuan tercapai.
Pada film, kita temukan bahwa gerak maju akan lebih cepat jika kita mengantisipasi “A happy ending”. Tidak jadi masalah seberapa tidak menyenangkannya atau seberapa menterornya situasi, ini tidak akan mengganggu gerak maju, karena hanyalah sebagai tahap sepanjang jalan menuju suatu akhir yang menyenagkan. Sebaliknya tak masalah betapa menyenangkannya situasi, kita akan susah payah membuat gerak maju apabila tujuan utama mengandung antisipasi dari sesuatu yang tidak menyenangkan, dan ini adalah alasan penting bagi perlunya “Happy Ending” dalam film.

G.  KALKULASI
Kepenatan/keletihan bisa timbul karena adanya kesalahan kalkulasi (miscalculation). Untuk itu kita harus memberikan estimasi yang benar mengenai jarak (distance). Penonton hanya dapat mengestimasi jarak jika tujuan telah ditempatkan. Tanpa tujuan, tidak ada jarak yang bisa diperkirakan. Begitu mereka mengetahui tujuan, penonton memiliki perasaan berlanjut terhadap jarak yang kini sedang dilintasi. Dan sebagaimana yang telah diuraikan, setiap tujuan mengarah pada hilangnya ketergangguan. Dengan kata lain, pada saat ketergangguan diciptakan, penonton akan menyiapkan sejumlah tenaga untuk mengikuti cara penyelesaian yang lazim yang kira-kira setara dengan besar kecilnya ketergangguan.
Jika film melampaui estimasi titik akhir ini, penonton akan lelah. Jika akhir film terlalu awal, penonton masih menyimpan kelebihan energi yang menyebabkan perasaan tidak nyaman (dissatisfaction).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar